Berakhirnya Pemerintah Orde Baru dan Krisis yang Terjadi Saat Orde Baru



BERAKHIRNYA ORDE BARU

berakhirnya orde baru. berakhirnya pemerintahan orde baru. 21 mei 1998, brakhirnya kekuasaan soeharto. krisis politik orde baru. krisis ekonomi orde baru. krisis sosial orde baru. lahirnya reformasi. penyebab berakhirnya orde baru. kronologi berakhirnya masa orde baru. rangkuman berakhirnya orde baru. berakhirnya reformasi. latar belakang berakhirnya orde baru. berakhirnya pemerintahan orde baru ditandai dengan. makalah berakhirnya pemerintahan orde baru. 3 penyebab runtuhnya orde baru. faktor penyebab berakhirnya orde baru.

Krisis Politik
 
Tahukah kalian kapan proses kejauhan pemerintahan Orde Baru ? Apa hubungan berakhirnya pemerintahan Orde Baru  dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Negara-negara di Asia ? Jatuhnya pemerintahan Orde Baru diawali dengan adanya  krisis ekonomi dan krisis politik yang berkepanjangan. Sebenarnya ketimpangan-ketimpangan ekonomi dan konflik-kon-konflik sosial politik telah berlangsung sejak orde baru berdiri. Kebijakan poltik dan ekonomi Orde Baru cenderung bertujuan memelihara status quo/melanggengkan kekuasaan. Kebijakan-kebijakan Orde Baru yang menyimpang tersebut, pada gilirannya memunculkan krisis di berbagai kehidupan yaitu krisis politik, krisis ekonomi, dan krisis sosial.

Terjadinya krisis politik disebabkan oleh sistem pemerintahan yang militeristik dan sentralistrik. Dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa pemerintah bersikap subversif dan keras terhadap pihak oposisi. Hal tersebut dapat dilihat pada perlakuan yang keras pada setiap orang atau kelompok yang melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah Orde Baru semakin mendukung praktik-praktik KKN, pelanggaran hukum dan HAM, monopoli, serta oligopoli.

Sejak awal tahun 1996 muncul gugatan terhadap paket lima undang-undang politik oleh kelompok mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan para cendekiawan. Berikut lima paket undang-undang politik yang menjadi sumber ketidak adilan.
1.      UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
2.      UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan,Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/MPR.
3.      UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan karya.
4.      UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
5.      UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Pada waktu yang sama juga dilakuan gugatan terhadap praktik monopoli, kolusi, korupsi, nepotisme, serta kebijakan kekaryaan dari dwifungsi ABRI yang menimbulkan peran sosial politik ABRI yang besar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Masyarakat juga menuntut adanya pembatasan waktu dalam jabatan kepresidenan.
Kehidupan politik di Indonesia mulai memanas setahun sebelum pelaksanaan pemilu tahun 1997. Pemerintah yang di dukung oleh Golkar berusaha mempertahankan kemenangan mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP, PDI, dan Golkar pada waktu itu dianggap tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik sebagian masyarakat. Di tengah pertikaian tersebut terjadi peristiwa pada tanggal 27 Juli 1996. Terjadinya peristiwa tersebut bermula dari perebutan kantor pusat PDI yang ada di Jalan Diponegoro, Jakarta oleh dua kelompok yang berbeda.

Golkar menang mutlak pada pemilu tahun 1997. Kemenangan Golkar tersebut diikuti dengan munculnya dukungan terhadap  Soeharto untuk menjadi presiden dalam Sidang Umum MPR 1998. Pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden tersebut tidak dapat dipisahkan dari komposisi anggota MPR/DPR yang menguntungan pihak penguasa.

Di tengah ketegangan politik tersebut, muncul persoalan lain yang dihadapi bangsa Indonesia. Persoalan tersebut adalah krisis moneter. Adapun akibat dari krisis moneter adalah kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan Soeharto semakin berkurang hingga muncul demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi total.

Demonstrasi-demonstrasi mahasiswa tersebut melibatkan pula para staf akademis maupun pimpinan universitas. Adapun garis besar tuntutan mahasiswa dalam aksi-aksinya di kampus di berbagai kota, yaitu tuntutan penurunan harga sembako (Sembilan bahan pokok), penghapusan monopoli, kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), serta suksesi kepemimpinan nasional. Aksi-aksi mahasiswa tersebut tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah. Hal itu menyebabkan para mahasiswa di berbagai kota mulai mengadakan aksi hingga keluar kampus. Maraknya aksi-aksi mahasiswa yang sering berlanjut menjadi bentrokan dengan aparat keamanan membuat Menhankam/Pangab, Jenderal Wiranto, mencoba meredamnya dengan menawarkan dialog. Dari dialog tersebut diharapkan terjalin komunikasi antara pemerintah an mahasiswa. Namun mahasiswa menganggap bahwa dialog tersebut pengunduran diri Presiden Soeharto. Menurut para mahasiswa, mitra dialog yang ling efektif adalah lembaga kepresidenan dan MPR.

Krisis Ekonomi

Pembangunan nasional Indonesia selama pemerintahan Orde Baru terlihat sangat berhasil. Pada tahun 1960-1970 pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sekitar US$70, sedangkan pada tahun 1997 mencapai US$1.185. Peningkatan tersebut merupakan pertumbuhan yang luar biasa, tetapi hal itu di bangun atas fondasi ekonomi yang keropos. Pertumbuhan yang dicapai hanya semu belaka, karena berasal dari utang luar negeri. Keroposnya perekonomian Indonesia semakin parah karena tindakan para konglomerat yang menyalahgunaan posisi mereka sebagai pelaku pembangunan ekonomi. Para konglomerat tersebut mengeruk  banyak utang tanpa ada kontrol dari pemerintah dan dari masyarakat. Hal ini terjadi dengan leluasa karena berkembangnya budaya KKN.

Perekonomian negara-negara di Asia Tenggara (seperti di Indonesia, Malaysia, dan Thailand) pada pertengahan tahun 1997 terguncang karena secara tiba-tiba nilai tukar dollar Amerika Serikat melonjak. Ribuan perusahaan bangkrut dan jutaan orang menganggur. Walaupun banyak faktor yang menyebakan krisis moneter tersebut, tetapi salah satu penyebab utamanya adalah para spekulen valuta asing yang telah memborong dollar penyebab utamanya adalah para spekulan valuta asing yang telah memborong dollar kemudian menjualnya dengan harga tinggi, sehingga mata uang Negara ASEAN terpuruk. Adapun spekulan uang terbesar pada era krisis adalah George Soros.

Situasi tersebut mendorong Presiden Soeharto meminta bantuan dari International Monetary Fund (IMF). Persetujuan bantuan IMF dilakukan pada bulan Oktober 1997 dengan syarat pemerintah Indonesia harus melakuka pembaruan kebijakan-kebijakan, terutama kebijakan ekonomi. Di antara syarat-syarat tersebut adalah penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta. Namun usaha ini tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi. Upaya pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah , melalui Bank Indonesia dengan melakukan intervensi pasar tidak mampu membendung nilai tukar rupiah yang terus merosot.

Kondisi tersebut membuat Presiden Soeharto menerima proposal reformasi IMF pada tanggal 15 Januari 1998 dengan ditandatanganinya Letter of Intent (Nota Kesepakatan) antara Presiden Soeharto dan Direktur Pelaksana IMF Michele Camdessus. Namun, kemudian Presiden Soeharto menyatakan bahwa paket IMF yang ditandatanganinya membawa Indonesia pada sistem ekonomi liberal. Hal itu meyiratkan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan melaksanakan perjanjian IMF yang berisi 50 butir kesepakatan tersebut. Situasi tarik-menarik antara pemerintah dan IMF tersebut menyebabkan krisis ekonomi semakin memburuk.

Pada masa Orde Baru, krisis ekonomi tersebut menjadi pemicu munculnya ketidakpuasan dari krisis-krisis yang lain. Berikut akibat terjadinya krisis ekonomi.
1.      Pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi empat puluh bank bermasalah lainnya.
2.      perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan telah jatuh tempo
3.      krus rupiah terhadap dollar Amerika melemah pada tanggal 1 Agustus 1997
4.      persediaan barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya harga-harga barang naik tidak terkendali dan biaya hidup juga semakin tinggi
5.      Pemerintah melikuidasi enam belas bank bermasalah pada akhir tahun 1997
6.      Kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia menurun
7.      angka pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya sama sekali

Krisis Sosial

Terjadinya krisis sosial disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional yang menimbulkan ketimpangan ekonomi yang besar, monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, dan konglomerasi. Hal tersebut kemudian semakin memperburuk kesenjangan sosial antara kelas atas dan kelas bawah sehingga menimbulkan kecemburuan sosial yang terus terakumulasi.

Di tengah maraknya demonstrasi mahasiswa dan komponen masyarakat lainnya, pada tanggal 4 Mei 1998 pemerintah mengeluarkan kebijakan menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik. Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut bertentangan dengan tuntutan yang berkembang pada waktu itu. Naiknya harga BBM dan tarif dasar listrik semakin memicu gerakan massa karena kebijakan tersebut berdampak pula pada naiknya biaya angkutan dan barang kebutuhan lainnya.

Dengan kondisi Negara yang sedang mengalami krisis tersebut, Presiden Soeharto, pada tanggal 9 Mei 1998, berangkat ke Kairo Mesir untuk menghadiri Konferensi G 15. Di dalam pesawat menjelang keberangkatannya Presiden Soeharto meminta masyarakat untuk tenang dan memahami kenaikan harga BBM. Selain itu, Presiden Soeharto juga menyerukan kepada lawan-lawan politiknya bahwa pasukan keamanan akan menangani dengan tegas setiap gangguan yang muncul. Meskipun demikian kerusuhan tetap tidak dapat dipadamkan dan gelombang demonstrasi dari berbagai kalangan terus berlangsung.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »