Makalah Agama Tentang Wakaf
Kata Pengantar
Misi utama pengutusan Nabi adalah untuk menyempurnakan
keluhuran akhlak. Ini dibuktikan dalam stuktur gramatikal yang ditunjukan sifat
eksklusif pengutusan Nabi. Sejalan dengan itu, dijelaskan Al-Qur’an bahwa
beliau diutus hanyalah untuk menebarkan kasih sayang kepada semesta alam. Dalam
struktur ajaran Islam, pendidikan akhlak adalah yang terpenting. Penguatan
akidah adalah dasar. Sementara, ibadah adalah sarana, sedangkan tujuan akhirnya
adalah pengembangan akhlak mulia. Nabi SAW bersabda, “Mukmin yang paing sempurna
imannya adalah yang paling baik akhlaknya” HR. Abu Daud dan Imam Ahmad. Nabi
SAW juga bersabda, “ Orang yang paling baik islamnya adalah yang paling baik
akhlaknya” dengan kata lain, hanya kahlak mulia yang dipenuhi dengan sifat
kasih sayang sajalah yang bisa menjadi bukti kekuatan akidah dan kebaikan
ibadah.
Karena itu, pelajaran agama islam diorientasikan
kepada akhlak yang mulia dan hanya penuh kasih sayang kepada sesama muslim,
melainkan kepada semua manusia, bahkan kepada segenap unsur alam semesta. Hal
ini selaras dengan kurikulum 2013 yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi
yang utuh antar pengetahuan, keterampilan dan sikap. Peserta didik tidak hanya diharapkan bertambah
pengetahuan dan wawasannya, tetapi juga meningkat kecakapan dan keterampilannya
serta semakin mulia karakter dan kepribdiannya.
Daftar Isi
Kata Pengantar
....................................................................................
Daftar Isi
..............................................................................................
Pendahuluan
.........................................................................................
Wakaf
Pengertian
Wakaf ....................................................................................
Hukum
Wakaf..........................................................................................
Syarat
Wakaf............................................................................................
Macam-macam
Wakaf............................................................................
Data
Ketika Menabung.............................................................................
Kesimpulan............................................................................................
Daftar
Pusaka.........................................................................................
Penutup..................................................................................................
Pendahuluan
Wakaf merupakan
salah satu ibadah kebendaan yang penting yang secara ekplisit tidak memiliki
rujukan dalam kitab suci Al-Quran. Oleh karena itu, ulama telah melakukan
identifikasi untuk mencari “induk kata” sebagai sandaran hukum. Hasil
identifikasi mereka juga akhirnya melahirkan ragam nomenklatur wakaf yang
dijelaskan pada bagian berikut.
Wakaf adalah
institusi sosial Islami yang tidak memiliki rujukan yang eksplisit dalam
al-Quran dan sunah. Ulama berpendapat bahwa perintah wakaf merupakan bagian
dari perintah untuk melakukan al-khayr (secara harfiah berarti
kebaikan). Dasarnya adalah firman Allah berikut :
وافعلوا الخير لعلكم تفلحون
...dan berbuatlah kebajikan agar kamu memperoleh kemenangan”
Imam Al-Baghawi menafsirkan bahwa peerintah untuk
melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan silaturahmi, dan
berakhlak yangbaik. SementaraTaqiy
al-Din Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini al-Dimasqi menafsirkan bahwa perintah
untuk melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan wakaf. Penafsiran menurut al-Dimasqi tersebut
relevan (munasabah) dengan firman Allah tentang wasiyat.
“Kamu diwajibkan berwasiat apabila sudah didatangi (tanda-tanda) kematian dan
jika kamu meninggalkan harta yang banyak untuk ibu bapak dan karib kerabat
dengan acara yang ma’ruf; (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang takwa.”
Dalam ayat
tentang wasiat, kata al-khayr diartikan dengan harta benda. Oleh karena
itu, perintah melakukan al-khayr berarti perintah untuk melakukan ibadah
bendawi. Dengan demikian, wakaf sebagai konsep ibadah kebendaan berakar pada al-khayr.
Allah memerintahkan manusia untuk mengerjakannya.
Wakaf
Pengertian wakaf
Dalil
Tentang Wakaf A. Menurut Al-Quran Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang
menerangkan konsep wakaf secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi
sabilillah, maka dasar yang digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf
ini didasarkan pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq
fi sabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain: 1. Q.S. al-Baqarah
(2): 267 “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya
lagi Maha Terpuji.
Walaupun tidak dijelaskan
secara jelas, namun ada beberapa nash al-Qur’an dan Hadits yang menjadi dasar hukum
wakaf, yaitu ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi yang memerintahkan agar
manusia selalu berbuat kebaikan, sedangkan wakaf termasuk salah satu perbuatan
yang baik lagi terpuji. Dari beberapa ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar
hukum adalah:
لَنْ تَنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شئ فإن الله به عليم (ال عمران: 92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[1] (QS. Ali-Imran/3: 92)
ياأيها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض ……(البقرة:267)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu………”.[2] (QS. Al-Baqarah/2: 267)
…… وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقاب (المائدة: 2)
“……… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[3] (QS. Al-Maidah/5: 2)
Sedangkan hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf adalah:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: أصاب عمر أرضا بخيبر فأتى النبي صلى الله عليه وسلم يستأمر فيها فقال: يارسول الله أصبت أرضا بخيبر لم أصب مضالا قط هو أنفس عندي منه فما تأمرني به. فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم, إن شْئت حبست أصلها وتصدقت بها فتصدق بها عمر, أنها لاتباع ولاتوهب ولاتورث. قال وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها أن يأكل منها بالمعروف ويطعم غير متمول مالا(متفق عليه) واللفظ لمسلم وفي رواية للبخاري: تصدق بأصلها لايباع ولايوهب ولكن ينفق ثمره.
“Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau suka, kau tahan tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar melakukan shodaqah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (Muttafaq ‘Alaih) susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak dijual dan tidak dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya.[4]
Itulah antara lain beberapa dalil yang menjadi dasar hukum disyaria’tkannya wakaf dalam syari’at Islam dan kalau kita lihat dari beberapa dalil tersebut, sesungguhnya melaksanakan wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadat kepada Allah SWT melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepaskan benda tersebut untuk kepentingan orang lain.
Sedangkan pengertian wakaf menurut syara’/istilah itu sendiri dapat dikemukakan dalam beberapa pengertian, sebagai berikut:
“Wakaf menurut syara’ yaitu menahan dzat benda dan mempergunakan hasilnaya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfa’atnya di jalan Allah”.[5]
Selanjutnya pengertian wakaf yang diberikan oleh para ulama fikih adalah sebagai berikut:[6]
Pengertian pertama menurut Abu Hanifah: wakaf adalah menahan sesuatu benda yang menurut hukum tetap menjadi milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfa’atnya untuk kebaikan.
Pengertian kedua menurut Jumhur Ulama: wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfa’atnya, sedang bendanya tidak tertanggu dan dengan wakaf itu hak penggunaan oleh si wakif dan orang lain menjadi terputus.
Sedangkan pengertian ketiga menurut Malikiyah; wakaf adalah perbuatan si Wakif yang menjadikan manfa’at hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lapadh wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik.
Dari beberapa pegertian di atas dapatlah disimpukan bahwa pengertian wakaf kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan yaitu suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi kepentingan umum dan bertujuan untuk mendapatkan ridla dari Allah SWT.
لَنْ تَنالوا البر حتى تنفقوا مما تحبون وما تنفقوا من شئ فإن الله به عليم (ال عمران: 92)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”.[1] (QS. Ali-Imran/3: 92)
ياأيها الذين آمنوا أنفقوا من طيبات ما كسبتم ومما أخرجنا لكم من الأرض ……(البقرة:267)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu………”.[2] (QS. Al-Baqarah/2: 267)
…… وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقاب (المائدة: 2)
“……… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.[3] (QS. Al-Maidah/5: 2)
Sedangkan hadits Nabi yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf adalah:
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: أصاب عمر أرضا بخيبر فأتى النبي صلى الله عليه وسلم يستأمر فيها فقال: يارسول الله أصبت أرضا بخيبر لم أصب مضالا قط هو أنفس عندي منه فما تأمرني به. فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم, إن شْئت حبست أصلها وتصدقت بها فتصدق بها عمر, أنها لاتباع ولاتوهب ولاتورث. قال وتصدق بها فى الفقراء وفى القربى وفى الرقاب وفى سبيل الله وابن السبيل والضيف لاجناح على من وليها أن يأكل منها بالمعروف ويطعم غير متمول مالا(متفق عليه) واللفظ لمسلم وفي رواية للبخاري: تصدق بأصلها لايباع ولايوهب ولكن ينفق ثمره.
“Dari Ibnu Umar RA. berkata, bahwa sahabat Umar RA memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk mohon petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah! Saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah bersabda: bila kau suka, kau tahan tanah itu dan engkau shodaqohkan. Kemudian Umar melakukan shodaqah, tidak dijual, tidak diwarisi dan tidak juga dihibahkan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (Muttafaq ‘Alaih) susunan matan tersebut menurut riwayat Muslim. Dalam riwayat al-Bukhari: Beliau sedekahkan pokoknya, tidak dijual dan tidak dihibahkan, tetapi diinfakkan hasilnya.[4]
Itulah antara lain beberapa dalil yang menjadi dasar hukum disyaria’tkannya wakaf dalam syari’at Islam dan kalau kita lihat dari beberapa dalil tersebut, sesungguhnya melaksanakan wakaf bagi seorang muslim merupakan realisasi ibadat kepada Allah SWT melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepaskan benda tersebut untuk kepentingan orang lain.
Sedangkan pengertian wakaf menurut syara’/istilah itu sendiri dapat dikemukakan dalam beberapa pengertian, sebagai berikut:
“Wakaf menurut syara’ yaitu menahan dzat benda dan mempergunakan hasilnaya, yakni menahan benda dan mempergunakan manfa’atnya di jalan Allah”.[5]
Selanjutnya pengertian wakaf yang diberikan oleh para ulama fikih adalah sebagai berikut:[6]
Pengertian pertama menurut Abu Hanifah: wakaf adalah menahan sesuatu benda yang menurut hukum tetap menjadi milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfa’atnya untuk kebaikan.
Pengertian kedua menurut Jumhur Ulama: wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfa’atnya, sedang bendanya tidak tertanggu dan dengan wakaf itu hak penggunaan oleh si wakif dan orang lain menjadi terputus.
Sedangkan pengertian ketiga menurut Malikiyah; wakaf adalah perbuatan si Wakif yang menjadikan manfa’at hartanya untuk digunakan oleh penerima wakaf walaupun yang dimiliki itu berbentuk upah atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lapadh wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik.
Dari beberapa pegertian di atas dapatlah disimpukan bahwa pengertian wakaf kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan yaitu suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi kepentingan umum dan bertujuan untuk mendapatkan ridla dari Allah SWT.
Hukum Wakaf
Secara asal
menurut definisi wakaf yang telah lalu para ulama mengatakan bahwa asal
hukum wakaf adalah sunnah/ dianjurkan, dengan dasar hadits-hadits yang
berkaitan dengan wakaf, seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Apabila mati
anak Adam, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, atau ilmu
yang bisa dimanfaatkan (setelahnya), atau anak shalih yang mendo’akan orang
tuanya. (HR. Muslim
kitab al-Wasiyat 3/1255, Tirmidzi dalam bab fi al-Waqf, Abu Dawud 2/106, dan
Ahmad dalam Musnad-nya 2/372)
Hadits di
atas dalam lafazh “shadaqah jariyah” sifatnya umum mencakup segala shadaqah
yang manfaatnya terus berjalan seperti wakaf, wasiat, sedekah., dan sebagainya.
Adapun dalam masalah wakaf ada beberapa dalil yang berkaitan dengannya secara
khusus seperti hadits:
Dari Ibnu
Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Umar bin Khaththab radhiyallahu
‘anhu pernah mendapatkan (harta rampasan perang berupa) tanah di negeri Khaibar
kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu, datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam meminta pendapat beliau tentang harta tersebut. Umar
radhiyallahu ‘anhu bertanya: “Wahai Rasulullah sesungguhnya aku mendapatkan
harta rampasan perang yang belum pernah aku dapatkan yang lebih berharga
daripada tanah di negeri Khaibar ini, maka apa yang engkau perintahkan kepadaku
dalam perkara ini?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
“Kalau engkau mau, engkau wakafkan tanah itu, dan engkau sedekahkan
(manfaat/kegunaan) tanah itu, sehingga tidak boleh dijual (tanah) itu, tidak
boleh dibeli (oleh orang lain), tidak boleh dihibahkan, dan tidak boleh
diwariskan.”[5]
Dengan dasar
hadits-hadits di atas maka kita mengetahui bahwa hukum asal wakaf adalah sunnah
apabila dengan niat mencari pahala dari Alloh Ta’ala. Akan tetapi suatu ketika
wakaf hukumnya bisa berubah sesuai dengan niatnya, karena setiap amalan
tergantung pada niatnya.
Sebagai
contoh:
- Seorang yang mewakafkan tanahnya dengan maksud supaya mendapatkan pujian manusia maka hukum wakafnya menjadi haram, karena ini termasuk riya’ yang diharamkan dalam Islam.
Seorang yang
bernadzar mewakafkan sebagian hartanya di jalan Alloh, maka hukum
wakafnya menjadi wajib, karena ini
termasuk nadzar sebuah ketaatan, dan nadzar ketaatan wajib dilaksanakan.
Syarat Wakaf
Adapun
syarat-syarat wakaf adalah sebagai berikut:
1. Untuk selama-lamanya
Wakaf untuk
selama-lamanya merupakan syarat sahnya amalan wakaf, tidak sah bila dibatasi
dengan waktu tertentu. Hal ini disepakati oleh para ulama, kecuali madzhab
Maliki. Hal ini berlaku pula bagi wakaf ahli. Pada wakaf ahli jika pada suatu
waktu orang yang ditetapkan mengambil hasil atau manfaat harta wakaf telah
tiada, maka harta wakaf itu digunakan untuk kepentingan umum.
2. Tidak boleh dicabut
Bila terjadi suatu
wakaf dan wakaf itu telah sah, maka pernyataan wakaf itu tidak boleh dicabut.
Wakaf yang dinyatakan dengan perantara wasiat, maka pelaksanaannya dilakukan
setelah waqif meninggal dunia dan wasiat wakaf itu tidak seorangpun yang boleh
mencabutnya.
3. Pemilik wakaf tidak boleh dipindah tangankan
Dengan terjadinya
wakaf, maka sejak itu harta wakaf itu telah menjadi milik Allah SWT. pemilikan
itu tidak boleh dipindah tangankan kepada siapapun, baik orang, badan hukum
atau negara. Negara ikut mengawasi apakah harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan
baik atau tidak dan negara juga berkewajiban melindungi harta wakaf itu.
4. Setiap wakaf harus sesuai dengan tujuan wakaf pada umumnya
Tidak sah wakaf bila
tujuannya tidak sesuai apalagi bertentangan dengan ajaran agama Islam. Bila
waqiif telah selesai mengucapkan ikrar wakafnya, maka pada saat itu wakaf telah
terlaksana. Agar adanya kepastian hukum adalah baik bila wakaf itu dilengkapi
dengan alat-alat bukti, seperti surat-surat dan sebagainya. Pada saat itu pula
harta yang diwakafkan itu telah diserahkan kepada pengelolanya (nazir), dan
sejak itu pula pemilik harta tidak berhak lagi atas harta yang telah
diwakafkannya itu.
Macam-macam Wakaf
Menurut jumhur ulama wakaf terbagi
menjadi dua :
1.
Wakaf Dzurri (keluarga) disebut juga wakaf khusus dan ahli ialah
wakaf yang ditujukan untuk orang-orang tertentu baik keluarga wakif atau orang
lain. Wakaf ini sah dan berhak untuk menikmati benda wakaf itu adalah
orang-orang tertentu saja. Wakaf ahli ini adalah wakaf yang sah dan telah
dilaksanakan oleh kaum muslimin. Yang berhak mengambil manfaat wakaf ahli ialah
orang-orang yang tersebut dalam shighat wakaf. Persoalan yang biasa timbul
kemudian hari pada wakaf ahli ini, ialah bila orang yang tersebut dalam shighat
wakaf itu telah meninggal dunia, atau ia tidak berketurunan jika dinyatakan
bahwa keturunannya berhak mengambil manfaat wakaf itu, atau orang tersebut
tidak mengelola atau mengambil manfaat harta wakaf itu.
2.
Wakaf Khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum dan
tidak dikhususkan kepada orang-orang tertentu. Wakaf khairi inilah wakaf yang
hakiki yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif itu meninggal
dengan catatan benda itu masih dapat diambil manfaatnya. Wakaf khairi ini perlu
digalakkan dan dianjurkan kaum muslimin melakukannya, karena ia dapat dijadikan
modal, untuk menegakkan agama Allah, membina sarana keagamaan, membangun
sekolah, menolong fakir miskin, anak yatim, orang terlantar dan sebagainya.
Wakaf khairi ini adalah wakaf yang pahalanya terus-menerus mengalir dan
diperoleh waqif sekalipun ia telah meninggal dunia nantinya.
Di Indonesia, wakaf
khairi inilah yang terkenal dan banyak dilakukan kaum muslimin. Hanya saja umat
Islam Indonesia belum mampu mengelolanya secara baik sehingga harta wakaf itu
dapat diambil manfaatnya secara maksimal.
1.
Wakaf
sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi yang perlu
dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk
memajukan kesejahteraan umum.
2.
Wakaf
merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam
masyarakat.
Regulasi Perwakafan di Indonesia
1.
Undang-Undang
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2.
Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tantang Wakaf
3.
Peraturan
pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004
Benda Tidak Bergerak yang Dapat Diwakafkan
1.
Hak atas
tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik
yang sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.
2.
Bangunan
atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah dan atau bangunan.
3.
Tanaman dan
beda lain yang berkaitan dengan tanah
4.
Hal milik
atas satuan rumah sesuai dengan peraturan perundag-undangan yang berlaku.
5.
Benda tidak
bergerak lain yang sesuai dengan sejarah dan peraturan perundang-unagan.
Benda Bergerak yang dapat Diwakafkan
1.
Uang Rupiah
2.
Logam
Mulia
3.
Surat
Berharga
4.
Benda bergerak
lain yang berlaku
5.
Kendaraan
6.
Hak atas
kekayaan intelektual
7.
Hak sewa
sesuai ketentuan syariah dan peraturan perunda-undanga yang berlaku.
E.
Unsur-Unsur Wakaf
1.
Wakif
2.
Nadzir
3.
Harta Benda
Wakaf
4.
Peruntukan
Wakaf
5.
Jangka Waktu
Wakaf
6.
Sighat
Wakaf/Akad
W a k I f
1.
Wakif
perseorangan (dewasa, sehat, dan cakap)
Organisasi (Pengurus memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, bergerak
dalam bidang sosial/pendidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
2.
Badan Hukum
(Pengurus memenuhi syarat sebagai wakif perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak
dalam bidang sosial/pendidikan/keagamaan Islam dan kemasyarakatan
3.
Pemilik sah
harta benda yang akan diwakafkan.
N a d z I r
1.
Nadzir
Perorangan (dewasa, sehata, cakap).
2. Organisasi
(Pengurus memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, bergerrak dalam bidang
sosial/pemdidikan/kemasyarakatan/keagamaan Islam.
3.
Badan Hukum (Pengurus
memenuhi syarat sebagai Nadzir perseorangan, Badan Hukum sah, bergerak dalam
bidang sosial/ pendidikan/kemasyarakatan /keagamaan Islam.
4.
Terdaftar di
BWI dan Kemenag (Pendaftaran dapat dilaksanakan setelah proses wakaf bagi
nadzir baru.
Tugas Nadzir
1.
Pengadministrasian
2.
Mengelola
dan mengembangkan harta wakaf sesuai tujuan
3.
Mengawasi
proses pengelolaan
4.
Melaporkan
hasil pengelolaan kepada BW) dan Kemenag.
Nadzir dapat memperoleh imbalan maksimal 10 % dari hasil
pengelolaan.
Tata Cara
Perwakafan Tanah Milik
1.
Calon Wakif
menyerahkan bukti kepemilikan tanah yang akan diwakafkan berupa sertifikat,
Keterangan tidak sengketa Pendaftaran tanah, Keterangan Bupati tentang
kesesuaian Master Plan untuk diteliti PPAIW.
2.
PPAIW
melakukan pemeriksaan terhadap Nazir.
3.
Wakif
menyatakan Ikrar Wakaf dihadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan 2 orang saksi
bermaterai cukup
4.
PPAIW
menuangan Ikrar Wakaf alam bentuk tertulis
5.
PPAIW
menuangkan membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazir, Saksi dan PPAIW.
6.
AIW
diserahkan kepada Nazir beserta dokumen tanah.
7.
PPAIW
menerbitkan pendaftaran wakaf dan mendaftarkan kepada BWI dan Menteria Agama
dengan tembusan Kemenag dan Kanwil Kemenag Provinsi.
8.
PPAIW
memberikan bukti pendaftaran harta wakaf kepada Nazir.
9.
Nazir
mengurus sertifikat tanah wakaf ke BPN.
10. Terbit
Sertifikat Tanah Wakaf.
Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
1.
Calon Wakif
menyerahkan dokumen bukti kepemilikan hata benda wakaf (jika ada)
2.
PPAIW
melakukan pemeriksaan Nazhir.
3.
Wakif
menyatakan Ikrar Wakaf di hadapan PPAIW dengan dihadiri Wakif dan dua oang
saksi.
4.
PPAIW
menuangkan Ikrara Wakaf dalam bentuk tertulis
5.
PPAIW
membuat AIW ditandatangani Wakif, Nazhir, saksi, PPAIW bermaterai cukup.
6.
AIW
disrahkan kepada Nazhir beserta Harta Wakaf.
7.
PPAIW
mendaftarkan Benda Wakaf kepada BWI dan Menag dengan tembusan Kemenag dan
Kanwil Kemenag Provinsi.
8.
Nazhir mengurus
pengalihan bukti kepemilikan kepada Instansi terkait.
9.
Terbit bukti
kepemilikan Harta Benda Wakaf.
Data Ketika Menabung
D-M-Y
|
JUMLAH UANG
|
18-01-2015
|
3000
|
19-01-2015
|
2000
|
21-01-2015
|
3000
|
22-01-2015
|
3000
|
23-01-2015
|
2000
|
24-01-2015
|
1000
|
25-01-2015
|
1100
|
28-01-2015
|
2000
|
30-01-2015
|
2000
|
03-02-2015
|
2000
|
04-02-2015
|
2000
|
08-02-2015
|
2000
|
09-02-2015
|
1000
|
11-02-2015
|
1000
|
12-02-2015
|
1000
|
13-02-2015
|
2000
|
JUMLAH Rp
30.100,00
Setelah uang tersebut terkumpul, saya membelikan
sarung sebagai barang yang akan diwakafkan, saya mewakafkan sarung tersebut di
daerah Bukit Berlian yaitu Masjid Babusalam, wakaf tersebut diterima oleh Ustd Hayat.
Kesimpulan
Wakaf adalah menahan benda yang
tidak mudah rusak (musnah) untuk diambil manfaatnya bagi kepentingan yang
dibenarkan oleh syara dengan tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri
kepada Allah swt. Menurut jumhur ulama boleh menghibahkan apa saja kecuali yang
tidak halal seperti anjing tidak boleh dimiliki.
Rukun dan syarat wakaf meliputi:
1.
Ada orang
yang berwakaf (wakif)
2.
Ada benda
yang diwakafkan (maukuf)
3.
Tujuan wakaf
(Maukuf alaihi)
4.
Pernyataan
wakaf (Shigat wakaf)
Wakaf terbagi menjadi dua:
1.
Wakaf Dzurri (keluarga) disebut juga wakaf khusus dan wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan untuk
orangorang tertentu baik keluarga wakif atau orang lain.
2.
Wakaf khairi yaitu wakaf yang ditujukan
untuk kepentingan umum dan tidak dikhususkan kepada orang-orang tetentu. Wakaf
khairi inilah wakaf yang hakiki yang dinyatakan pahalanya akan terus
mengalir hingga wakif itu meninggal dengan catatan benda itu masih dapat
diambil manfaatnya.
Daftar Pustaka
Suhendi, Suhendi, Fiqh
Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.
Basyir, Ahmad Azhar , Utang
Piutang dan Gadai, Bandung: Al-Maarif, 1983.
Al-K Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna
fi al-Hall al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub, tt.
Ghazaly, Rahman Abdul, Fiqh
Muamalat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Al- Khatib, M. Al-Syarbini, al-Iqna fi al-Hall
al-Alfadz Abi Syuza’, Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub.
Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar
al-fikr, 2006.
Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat
al-Akhyar, ter. KH. Anwar, Syarifuddin, Surabaya: Bijna Iman, 2007.
Penutup
Alhamdullilah puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena
kita telah menyelasaikan pelajaran bab tentang wakaf yang daripada itu kita
bisa belajar tatacara mewakafkan, syarat wakaf, barang atau benda yang dapat
diwakafkan. Penyajian materi wakaf dibuat sedemikian rupa agar mudah dipelajari
dan dipahami oleh peserta didik. Sistematika penyusun dilakukan secara
terintegrasi ke dalam setiap bab wakaf yang ada di makalah ini.
Bandung,
19 Februari 2015