5 PEMBERONTAKAN DI/TII DI INDONESIA PEMIMPIN, LATAR BELAKANG, PENYEBAB, TUJUAN

5 PEMBERONTAKAN DI/TII DI INDONESIA PEMIMPIN, LATAR BELAKANG, PENYEBAB, TUJUAN.

Assalamuallaikum teman. Mari kita bahas tentang. pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan, Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Pemberontakan DI/TII di Aceh.

Pemberontak DI/TII di Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh ini dipimpin oleh Daud Beureuh. aud Beureuh adalah gubernur militer di wilayah Aceh semasa [erang kemerdekaan. Namun, setelah perang kemerdekaan usai dan Indonesia kembali ke dalam bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, Aceh yang sebelumnya menjadi daerah istimewa diturunkan statusnya menjadi keresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Kebijakan tersebut ditentang oleh Daud Beureuh. Pada tanggal 20 September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo.


Untuk menumpas pemberontakan tersebut, pemerintah mengadakan dua pendekatan (pendekatan persuasif dan operasi militer). Pendeketan persuasif dilakukan dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah, sedangkan operasi militer dilakukan untuk menghancurkan kekuatan bersenjata DI/TII.

pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan, Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Pemberontakan DI/TII di Aceh. Pemberontakan DI/TII di Aceh ini dipimpin oleh Daud Beureuh. aud Beureuh adalah gubernur militer di wilayah Aceh semasa [erang kemerdekaan. Namun, setelah perang kemerdekaan usai dan Indonesia kembali ke dalam bentuk negara kesatuan pada tahun 1950, Aceh yang sebelumnya menjadi daerah istimewa diturunkan statusnya menjadi keresidenan di bawah Provinsi Sumatera Utara. Kebijakan tersebut ditentang oleh Daud Beureuh. Pada tanggal 20 September 1953 Daud Beureuh mengeluarkan maklumat tentang penyatuan Aceh ke dalam Negara Islam Indonesia yang dipimpin Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII yang terjadi di Kalimatan Selatan dipimpin Ibnu Hajar (mantan letnan dua TNI). Ibnu Hajar menggalang gerakan yang bernama Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT) dan menyatakan gerakan KRYT sebagai bagian dari DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo. KRYT sejak pertengahan bulan Oktober 1950 menyerang pos-pos TNI dan mnegacau di sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Sekarmajin Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII merupakan suatu usaha untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Sejak Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 8 Desember 1947, pasukan TNI harus meninggalkan wilyah di Jawa Barat dan hijrah ke Jawa Tengah. Pauskan Hisbullah dan Sabillilah yang dipimpin oelh S. M. Kartosuwiryo tidak ikut dalam hijrah tersebut. Kemudian Kartosuwiryo membentuk gerakan Darul Islam dan seluruh pasukannya dijadikan Tentara Islam Indonesia. Markas besar Kartosuwiryo didirikan di Gunung Cepu. Pemberontakan DI/TII ini bertujuan mendirikan negara sendiri yang terpisah dari Republik Indonesia, kemudian pada tanggal 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah setelah masa pengakuan kedauatan. Pemberontakan terjadi di tempat yang terpisah, tetapi saling berhubungan. Oleh Kartosuwiryo, Amir Fatah diangkat menjadi komandan pertempuran di Jawa Tengah. Untuk mnegatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Amir Fatah , Divisi Diponegoro membentuk pasukan khusus yang bernama Banteng Raiders. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan meletus sejak tahun 1951 dan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Munculnya gerakan DI/TII tersebut bermula dari Kahar Muzakar menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Selanjutnya, Kahar Muzakar berkeinginan untuk menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulawesi Selatan.


Dengan dua pendekatan tersebut, pemerintah berhasil memulihkan kepercayaan rakyat dan berhasil menciptakan keamanan rakyat Aceh. Pada tanggal 17-21 Desember 1962 diadakan musyawarah kerukunan rakyat Aceh. Adanya musyawarah tersebut merupakan gagasan dari Pangdam I/Iskandar Muda, Kolonel M. Yasin yang didukung oleh tokoh pemerintah daerah dan masyarakat Aceh . Hasil musyawarah tersebut, pemerintah menawarkan amnesti kepada Daud Beureuh asalkan Daud Beureuh bersedia kembali ke tengah masyarakat. Dengan kembalinya Daud Beureuh ke tengah masyarakat menandai berakhirnya pemberontakan DI/TII.

Baca juga : Pemberontakan APRA atau Angkatan Perang Ratu Adil

Pemberontakan DI/TII di Kalimanta Selatan

Pemberontakan DI/TII yang terjadi di Kalimatan Selatan dipimpin Ibnu Hajar (mantan letnan dua TNI). Ibnu Hajar menggalang gerakan yang bernama Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRYT) dan menyatakan gerakan KRYT sebagai bagian dari DI/TII yang dipimpin Kartosuwiryo. KRYT sejak pertengahan bulan Oktober 1950 menyerang pos-pos TNI dan mnegacau di sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan.

Awalnya pemerintah memberi kesempatan kepada pemberontak untuk menyerahkan diri. Hal itu dimanfaatkan oleh Ibnu Hajar untuk mengelabuhi pemerintah untuk memperoleh senjata. Setelah terpenuhi keinginannya, Ibnu Hajar kembali memberontak. Untuk menghadapi pemberontakan tersebut, pemerintah bertindak tegas dengan melaksanakan operasi militer. Akhirnya Ibnu Hajar dapat ditangkap pada bulan Juli1963, dua tahun kemudian diadili oleh Mahkamah Militer dan dijatuhi hukuman mati.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Sekarmajin Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII merupakan suatu usaha untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Sejak Perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 8 Desember 1947, pasukan TNI harus meninggalkan wilyah di Jawa Barat dan hijrah ke Jawa Tengah. Pauskan Hisbullah dan Sabillilah yang dipimpin oelh S. M. Kartosuwiryo tidak ikut dalam hijrah tersebut. Kemudian Kartosuwiryo membentuk gerakan Darul Islam dan seluruh pasukannya dijadikan Tentara Islam Indonesia. Markas besar Kartosuwiryo didirikan di Gunung Cepu. Pemberontakan DI/TII ini bertujuan mendirikan negara sendiri yang terpisah dari Republik Indonesia, kemudian pada tanggal 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).

Dengan kemblinya pasukan TNI (Divisi Siliwangi) dari Yogyakarta merupakan ancaman bagi kelangsungan dan tercapainya cita-cita Kartosuwiryo. Oleh karena itu, Pasukan Siliwangi yang kembali dari hijrah harus dihancurkan agar tidak masuk ke wilayah Jawa Barat, kemudian terjadilah bentrokanantara pasukan DI/TII Kartosuwiryo dan pasukan TNI yang baru pulang dari hijrah. Apa yang dilakukan Kartosuwiryo tersebut merupakan penyimpangan dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan merupakan pemberontakan terhadap pemerintah RI yang sah.

Untuk meredam pemberontakan DI/TII tersebut semula dilakukan dengan melalui pendekatan persuasif (melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan). Namunkarena mnegalami kegagalan, kemudian pemerintah RI menempuh cara tegas dengan melakukan operasi militer. Pada tahun 1960 dilakukan Operasi Pagar Betis di Gunung Geber oleh pasukan TNI bersama rakyat. Menghadapi serangan tersebut, pasukan Kartosuwiryo semakin terdesak dan lemah sehingga banyak yang menyerah. Kartosuwiryo terkurung dan kemudian tertangkap di Puncak Gunung Geber pada tanggal 4 Juli 1962 dan kemudian dijatuhi hukuman mati.

Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah setelah masa pengakuan kedauatan. Pemberontakan terjadi di tempat yang terpisah, tetapi saling berhubungan. Oleh Kartosuwiryo, Amir Fatah diangkat menjadi komandan pertempuran di Jawa Tengah. Untuk mnegatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Amir Fatah , Divisi Diponegoro membentuk pasukan khusus yang bernama Banteng Raiders.

Di Kudus dan Magelayang terjadi pemberontakan Batalion 426. Mereka menyatakan diri bergabung dengan DI/TII. Akibat dari pemberontakan tersebut, gerakan DI/TII di Jawa Tengah menjadi masalah yang serius. Untuk menumpas pemberontakan tersebut, Divisi Diponegoro melancarkan operasi militer yang bernama Operasi Merdeka Timur yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan meletus sejak tahun 1951 dan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Munculnya gerakan DI/TII tersebut bermula dari Kahar Muzakar menempatkan laskar-laskar rakyat Sulawesi Selatan ke dalam lingkungan APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Selanjutnya, Kahar Muzakar berkeinginan untuk menjadi pimpinan APRIS di daerah Sulawesi Selatan.

Pada tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah pusat. Dalam surat tersebut Kahar Muzakar menyatakan agar semua anggota dari KGSS (Komando Gerilya Sulawesi Selatan) dimasukkan dalam APRIS. Kahar Muzakar juga mengusulkan pembentukan Brigade Hasanuddin. Namun, permintaan Kahar Muzakar tersebut di tolak pemerintah pusat. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pemerintah pusat bersama pimpinan APRIS mengeluarkan kebijkan dengan memasukan semua anggota KGSS ke dalam Corps Tjadangan Nasional (CTN) dan Kahar Muzakar diangkat sebagai pemimpinnya dengan pangkat letnan kolonel.

Kebijakan pemerintah tersebut tidak memuaskan Kahar Muzakar. Pada tanggal 17 Agustus 1951, bersaa pasukannya Kahar Muzakar melarikan diri ke hutan. Pada tahun 1952 Kahar Muzakar menyatakan bahwa wilayah Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo.

Baca juga : Pemberontakan G-30-S/PKI dan Penumpasan nya oleh pemerintah

Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bertindak tegas dengan mengadakan operasi militer. Penumpasan tersebut mengalami berbagai kesulitan, tetapi akhirnya pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditembak dan pad bulan Juli 1965, orang kedua setelah Kahar (Gerungan) dapat ditangkap. Peristiwa tersebut mengakhiri pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »