Pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan APRA dan Pemberontakan Andi Azis.
Kali ini kita bahas tentang pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan APRA atau Angkatan Perang Ratu Adil, pemberontakan andi azis.Pemberontakan PKI Madiun
Terjadinya pemberontakan PKI Madiun berawal dari upaya yang dilakukan oleh Amir Syarifuddin untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. Untuk hal tersebut, Amir Syarifuddin pada tanggal 26 Februari 1948 membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) di Surakarta, FDR terdiri dari Partai Sosialis Indonesia, PKI, Pesindo, PBI, dan Sarbupri. Adapun strategi yang diterapkan FDR adalah sebagai berikut.- FDR berusaha menumbuhkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dengan cara melakukan pemogokan umum dan berbagai bentuk pengacauan.
- FDR menarik pasukan pro-FDR dari medan tempur untuk memperkuat wilayah yang telah dibina.
- FDR menjadikan Madiun sebagai basis pemerintahan dan Surakarta sebagai daerah kacau (untuk mengalihkan perhatian dan menghadang TNI).
- Di dalam parlemen, FDR mengusahakan terbentuknya Front Nasional yang mempersatukan berbagai kekuatan sosial politik untuk menggulingkan Kabinet Hatta.
Dalam rangka untuk menjatuhkan wibawa pemerintah, Muso dan Amir Syarifuddin berkeliling ke sejumlah kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk mempropagandakan PKI beserta programnya. Sambil menjelek-jelekan pemerintah, PKI mempertajam persaingan antara pasukan TNI yang pro - PKI dan yang propemerintah. Adanya persaingan tersebut turut memicu terjadinya pemberontakan PKI Madiun (Madiun Affair).
Di Surakarta pada tanggal 11 September 1948 terjadi bentrokan antara pasukan propemerintah RI (Divisi Siliwangi) dan pasukan pro-PKI (Divisi IV). Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah menunjuk Kolonel Gatit Subroto sebagai gubernur militer (meliputi daerah Surakarta, Pati, Semarang dan Madiun). Akhirnya pada tanggal 17 September 1948 pasukan yang pro PKI mundur dari Surakarta.
Baca juga : Pemberontakan DI/TII (Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Aceh)
Ternyata kejadian di Surakarta tersebut hanya untuk mengalihkan perhatian. Pada waktu kekuatan TNI terjun ke Surakarta, Sumarsono dari Pesindo dan Letnan Kolonel Dahlan dari Brigade 29 yang pro-PKI melakukan perebutan kekuasaan di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Tindakan PKI tersebut disertai dengan penangkapan dan pembunuhan pejabat sipil, militer, dan pemuka masyarakat, kemudian mereka mendirikan pemerintahan Soviet Republik Indonesia di Madiun.
Pada waktu kudeta berlangsung di Madiun, Muso dan Amir Syarifuddin sedang berada di Purwodadi, kemudian mereka ke Madiun mendukung kudeta dan mengambil alih pimpinan. Secara resmi diproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesia. Apa yang dilakukan oleh Muso dan Amir Syarifuddin tersebut memperjelas bahwa pemberontakan di Madiun didalangi oleh PKI.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut, pemerintah bersikap tegas. Presiden Soekarno memberikan pilihan kepada rakyat ikut Muso dengan PKI nya atau ikut Soekarno-Hatta. Tawaran Presiden Soekarno tersebut disambut dengan sikap mendukung pemerintah RI. Selanjutnya pemerintah menginstruksikan kepada Kolonel Sadikin dari Divisi Siliwangi untuk merebut kota Madiun. Kota Madiun diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Sungkono.
Dengan bantuan rakyat pada tanggal 30 September 1948 kota Madiun berhasil dikuasai TNI. Muso tertembak dalam pengejaran di Ponorogo dan Amir Syarifuddin tertangkap di Purwodadi, kemudian dilakukan operasi pembersihan di daerah-daerah dan pada bulan Desember 1948 operasi dinyatakan selesai.
Baca juga : Gerakan Republik Maluku Selatan
Pemberontakan APRA atau Angakatan Perang Ratu Adil
Gerakan APRA muncul di kalangan KNIL yang dipimpin oleh Kapten Westerling. Gunakan ini dipelopori oleh golongan kolonialis Belanda yang ingin mengamnkan kepentingan ekonominya di Indonesia dan bermaksud mempertahankan kedudukan negara Pasundan.Tujuan gerakan APRA yang sebenarnya adalah mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan memiliki tentara sendiri bagi negara-negara RIS. Pada bulan Januari 1950. APRA mengajukan ultimatum kepada pemerintah Republik Indonesia dan negara Pasundan yang isinya tuntuan agar APRA diakui sebagai tentara Pasundan dan keberadaan negara Pasundan tetap dipertahankan. Ultimatum tersebut dilanjutkan dengan melakukan gerakan teror pada tanggal 23 Januari 1950. APRA menyerang kota Bandung dan berhasil menduduki markas Divisi Siliwangi. Akibatnya 79 anggota APRIS gugur termasuk Letnan Kolonel Lembong.
Baca juga : Pemberontakan PRRI Permesta
Pemerintah RIS menempuh dua cara untuk menumpas pemberontakan APRA i Bandung, yaitu dengan melakukan tekanan terhadap pimpinantentara Belanda dna melakukan operasi militer. Perdana Menteri RIS Moh. Hatta mengutus pasukannya ke Bandung dan mengadkan perundingan dengan komisaris tinggi Belanda di Jakarta. Hasil dari perundingan tersebut, Westerling didesak untuk meninggalkan kota Bandung. Gerakan APRA semakin tersedak dan terus dikejar oleh pasukan APRIS bersama rakyat dan akhirnya gerakan APRA dapat dilumpuhkan.
Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan Andi Azis terjadi di Makasaar (Ujung Pandang, Sulawesi Selatan) di bawah pimpinan Kapten Andi Azis, serang mantan perwira KNIL yang baru saja diterima masuk ke dalam APRIS. Tujuan pemberontakan adalah mempertahankan keutuhan Negara Indonesia Timur (NIT) sedangkan latar belakang pemberontakan ini karena gerombolan Andi Azis menolak masuknya pasukan-pasukan APRIS dari TNI.Pada tanggal 5 April 1950, gerombolan Andi Azis mengadakan penyerangan serta menduduki tempat-tempat vital dan menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur Letnan Kolonel A.J. Mokoginta.
Untuk menanggulangi pemberontakan Andi Azis tersebut, pemerintah mengeluarkan ultimatum pada tanggal 8 April 1950. Isi ultimatum tersebut memerintahkan kepada Andi Azis agar melaporkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 24 jam. Andi Azis juga diperintahkan untuk menarik pasukan, menyerahkan semua senjata, dan membebaskan tawanan.
Setelah batas waktu ultimatum tidak dipenuhi oleh ndi Azis, pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel Alex Kawilarang. Pada tanggal 26 April 1950 seluruh pasukan mendarat di Makassar dan terjadilah pertempuran. Pada tanggal 5 Agustus 1950 tiba-tiba markas staf Brigade 10/Garuda Mataram di Makassar dikepung oleh pengikut Andi Azis, tetapi berhasil dipukul mundur pihak TNI. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa 5 Agustus 1950.
Baca juga : Pemberontakan G-30-S/PKI dan Penumpasan nya oleh pemerintah
Setelah terjadi pertempuran selama dua hari pasukan yang mendukung gerakan Andi Azism, yakni KNIL/KL minta berunding. Pada tanggal 8 Agustus 1950 terjadi kesepakatan antara Kolonel Kawilarang (TNI) dan Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL/KL). Isi kesepakatan yaitu penghentian tembak-tembak, KNIL/KL harus meninggalkan Makassar dan menanggalkan semua senjatanya. Akhirnya Andi Azis dapat ditangkap dan diadili di Pengadilan Militer Yogyakarta pada tahun 1953 dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.