Isi Supersemar Dan Latar Belakang Lahirnya Supersemar

Supersemar

         
Supersemar. Isi supersemar. latar belakang supersemar. latar belakang lahirnya supersemar. isi supersemar dan latar belakang lahirnya supersemar. kabinet dwikora. tujuan sidang kabinet dwikora. pesan khusus soeharto untuk soekarno saat peristiwa supersemar. tiga perwira tinggi angkatan darat saat peristiwa supersemar. latar belakang pesan soeharto kepada soekarno saat peristiwa supersemar. orang yang merumuskan surat perintah kepada soeharto saat peristiwa supersemar. faktor yang melatarbelakangi lahirnya supersemar. faktor yang melatar belakangi lahirnya supersemar. tindak lanjut keluarnya supersemar oleh soeharto. sidang umum iv mprs saat peristiwa supersemar.

          Pada tanggal 11 Maret 1966 di Istana Negara diadakan sidang kabinet dwikora yang dipimpin langsung oleh presiden Soekarno. Tujuan sidang adalah mencari jalan keluar agar dapat menyelesaikan krisis secara bijak.  Ternyata sidang tersebut diboikot oleh para demonstran yang tetap menuntut Presiden Soekarno agar membubarkan PKI, dengan melakukan pengempesan ban-ban mobil di jalan-jalan yang menuju ke istana. Ketika sidang tengah berlangsung, ajudan presiden melaporkan bahwa di sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari segala sesuatu yang tidak diinginkan, maka Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan siding kepada Waperdam II (Wakil Perdana Menteri II) Dr. J. Leimena. Dengan helikopter, Presiden Soekarno menuju Istana Bogor. Seusai sidang kabinet, Dr. J. Leimena pun menyusul ke Bogor.

Tiga orang perwira tinggi angkatan darat yaitu Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigadir Jenderal M. Yusufdan Brigadir Jenderal Amir Mahmud menghadap Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk meminta izin akan menghadap presiden. Mayjen Basuki Rahmat menanyakan apakah ada pesan khusus dari Letnan Jenderal Soeharto untuk Presiden Soekarno, Letjen Soeharto berpesan agar disampaikan kepada Presiden Soekarno bahwa Letjen Soeharto sanggup mengatasi keadaan apabila keadaan Presiden Soekarn memercayakan hal tersebut kepadanya.

Adapun latar belakang pesan Letjen Soeharto tersebut adalah bahwa sejak pertemuannya dengan Presiden Soekarno di Bogor pada tanggal 2 Oktober 1965 setelah meletusnya pemberonakan G-30-S/PKI, antara Presiden Soekarno dan Letjen Soeharto terjadi perbedaan pendapat mengenaikunci untuk meredkan pergolakan politik pada waktu itu. Menurut Presiden Soekaeno, tidak mungkin membubarkan PKI karena hal it bertentangan dengan doktrin Nasakom yang terlah dicanangkan. Namu menurut Letjen Soeharto, pergolakan rakyat tidak akan reda sebelum rasa keadilan rakyat dipenuhi dan rasa ketakutan rakyat dihilagkan dengan jalan membubarkan PKI yang telah melakukan pemberontakan. Dalam pertemuan-pertemuan selanjutnya perbedaan paham tersbut tetap muncul hingga suatu ketika Letjen Soeharto menyediakan diri untuk membubarkan KI asalkan mendapat mandate dari Presiden Soekarno. Pesan Letjen Soeharto yng disampaikan oleh ketiga perwira tinggi Angkatan Darat yang akan berangkat ke Bogor tersebut mengacu kepada kesanggupan Letjen Soeharto.

Pada hari itu juga, tiga orang perwira tinggi Angkatan Darat sepakat untuk menghadap Presiden Soekarno di Istana Bogor dengan tujuan untuk meyakinkan kepada Presiden Soekarno ABRI khususnya Angkatan Darat tetap siap siaga mengatasi keadaan. Di Istana Bogor Presiden Soekarno didampingi Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena, dan Chairul Saleh. Ketiga perwira tinggi Angkatan Darat tersebut melaporkan situsasi yang sebenarnya di ibu kota Jakarta bahwa tidak benar ada pasukan tidak dikenal di sekitar istana dan ABRI khususnya TNI Angkatan Darat tetap setia dan taat kepada Presiden Soekarno. Mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan. 

Kemudian presiden  mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban mengambil tindakan untuk menjamin keamanan, ketenangan dan kestabilan jalannya pemerintah demi keutuhan bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Adapun yang merumuskan surat perintah tersebut adalah Mayor Jenderal Basuki Rahmat, Brigadir Jenderal M. Yusuf dan BrigadirJenderal Amir Mahmud bersama Brigadir Jenderal Sabur, Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Suara itu yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya Supersemar, yaitu sebagai berikut.
a)      Situasi Negara secara umum dalam keadaan kacau dan genting
b)      Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu akibat pemberontakan G-30-S/PKI.
c)      Untuk menyelamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d)      Untuk memulihkan keadaan dan wibawa pemerintah

Isi supersemar adalah pemberian mandat kepada letjen soeharto selaku menteri Panglima  Angkatan Darat dan Pangkopkamtib untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan pemerintah. Dalam menjalankan tugasnya, penerima mandat diharuskan melaporkan segala sesuatu kepada presien. Keluarnya supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.

Sebagai tindak lanjut keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Supersemar segera mengambil tindakan untuk menata kembali kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, yaitu sebagai berikut.
a)      Pada tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkan surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan PKI beserta ormas-ormasnya. Keputusan tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris MPRS No. 1/3/1966 Tanggal 12 Maret 1966. Keputusan pembubaran PKI beserta ormas-ormasya mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat karena merupakan salah satu realisasi dari tritura
b)      Pada tanggal 18 maret 1966 pengemban supersemar mengamankan 15 orang menteri yang dinilai tersangkut dalam G-30-S/PKI dan dirgukan etika bainya yang dituangkan dalam keputusan presiden No. 5 Tanggal 18 Maret 1966
c)      Pada tanggal 27 Maret 1966 pengemban Supersemar membentuk Kabinet Dwikora yang disempurnakan untuk menjalankan pemerintahan. Tokoh-tokoh yang duduk  di dalam  kabinet ini adalah mereka yang jelas tidak terlibat dalam G-30-S/PKI
d)      Memisahkan jabatan pimpinan DPR GR dengan jabatan eksekutif sehingga pimpinan DPR GR tidak lagi diberi kedudukan sebagai menteri. MPRS dibersihkan dari unsur-unsur G-30-S/PKI. Seperti halnya dengan DPR GR, keanggotaan PKI dalam MPRS dinyatakan gugur. Sesuai dengan UUD 1945, MPRS mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada lembaga kepresidenan.

Pada tanggal 20 Juni sampai dengan 5 Juli 1966 diadakan Sidang Umum IV MPRS dengan hasil sebagai berikut.
a)      Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
b)      Ketetapan MPRS No. X/MPRS/1966, Mengatur Kedudukan Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah.
c)      Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia bebas aktif.
d)      Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
e)      Ketetapan MPRS No. XIX/MPRS/1966 tentang Peninjauan Kembali Tap. MPRS yang Bertentangan dengan UUD 1945.
f)       Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Perundangan-undangan di Indonesia.
g)      Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI dan ormas-ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia

Dengan berakhirnya Sidang Umum IV MPRS, berarti landasan Orde Baru berhasil ditegakkan. Demikian pula dua dari tiga tuntutan rakyat (tritura) telah dipenuhi, yaitu pembubaran PKI dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur PKI. Sementara itu, tuntutan ketiga yaitu penurunan harga yang berarti perbaikan bidang ekonomi belum diwujudkan. Hal itu terjadi karena syarat mewujudkan nya perlu dilakukan dengan pembangunan secara terus-menerus dan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »